1
BAB I
PENDAHULUAN
Guna
memperoleh pengertian
dan pemahaman
mengenai
Sosiologi Perkotaan
atau Sosiologi
Kota (Urban Sociology) yang menjadi fokus pembahasan bab ini, maka penulis perlu menyegarkan kembali memori ingatan kita pada pengertian sosiologi.
A. Pengertian Sosiologi
Secara etimologi, sosiologi berasal dari bahasa Latin: socius dan logos. Socius artinya
teman,
perikatan; dan logos artinya ilmu.
Jadi, secara
etimologi
sosiologii berarti
ilmu berteman. Syarat berteman, yaitu minimal
terdapat dua orang (individu), dan hubungan di antara dua orang itu baik. Apabila hubungan
di antara dua orang itu tidak
baik,
maka akan
muncul masalah sosial. Interaksi sosial ini
tentu tidak
hanya terjadi di antara dua orang saja, tetapi bisa lebih, yaitu dapat terjadi antara kelompok orang dengan kelompok orang,
antara individu dan kelompok orang.
Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi (hubungan
timbal
balik)
antara seorang
individu
yang satu
dengan seorang individu yang lain, baik seseorang sebagai
pribadi (individu) maupun sebagai
anggota
kelompok orang (masyarakat). Di dalam
kelompok masyarakat terdapat berbagai aspek, meliputi aspek struktur sosial, perubahan
sosial, aspek
budaya, status, peran, motivasi, kepentingan, adaptasi, kesejahteraan, jumlah anggota
(penduduk), perubahan perilaku, dan lain-lain.
Istilah sosiologi
pertama
kali dikemukakan
oleh ahli filsafat, moralis dan sekaligus sosiolog berkebangsaan Perancis, Auguste Comte
melalui sebuah karyanya yang berjudul Cours de Philosophie Positive. Menurut Comte, sosiologi berasal dari kata latin socius
yang artinya
teman
atau sesama dan
Logos dari kata Yunani yang
artinya cerita. Jadi pada awalnya, sosiologi berarti bercerita tentang teman
atau kawan
(masyarakat).
Sebagai sebuah ilmu,
sosiologi
merupakan pengetahuan
kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau
umum. Berikut ini definisi-definisi
sosiologi
yang dikemukakan
berbagai
ahli.
Pitirim Sorokin (Idianto M., 2004 : 11) Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari:
hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala agama, gejala keluarga, dan gejala moral)
Hubungan
dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan
gejala non sosial
(gejala geografis, biologis),
ciri-ciri umum
semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Roucek dan Warren (Sapari Imam Asy’ari : 1993 : xiii)
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok- kelompok.
2
William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf (Idianto M., 2004 : 11)
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
J.A.A.
Von Dorn dan C.J. Lammers (Idianto M., 2004 : 11)
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Max Weber (Idianto M., 2004 : 11)
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi (1974 : 14)
Sosiologi adalah ilmu
kemasyarakatan yang
mempelajari struktur
sosial dan
proses- proses sosial termasuk perubahan sosial.
Paul B. Horton (Idianto M., 2004 : 11)
Sosiologi adalah ilmu yang
memusatkan penelaahan
pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
Soerjono Soekanto (2000 : 17)
Sosiologi adalah
ilmu
yang memusatkan
perhatian pada
segi-segi kemasyarakatan
yang bersifat
umum
dan berusha
untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
William Kornblum (Idianto M., 2004 : 11)
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Alan Johnson (Idianto M., 2004 : 11)
Sosiologi adalah
ilmu
yang mempelajari kehidupan
dan perilaku, terutama dalam kaitannya
dengan
suatu sistem
sosial dan
bagaimana sistem tersebut
mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di dalamnya mempengaruhi sistem itu.
Hasan Shadily (1999 : 9)
Sosiologi ialah ilmu yang mempelajari hidup bersama
dalam masyarakat, dan menyelidiki tenaga
kekuatan yang menguasai kehidupan itu. Ia mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama,
cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan- perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan dan cara-cara sehari-
harinya yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama
itu.
Soerjono Soekanto (2000 : 21)
Sosiologi adalah ilmu sosial (obyeknya kehidupan bersama manusia) yang kategoris, murni, abstrak, berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional dan empiris, serta bersifat umum.
3
Dari beberapa definisi di atas dapat disederhanakan, yaitu sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari
pengertian-pengertian umum,
rasional, empiris serta bersifat umum.
Rasional berarti apa yang dipelajari
sosiologi selalu berdasarkan penalaran dan empiris.
B. Pengertian Kota
Dalam memberikan definisi
tentang kota, para ahli
kota memberi definisi kota dengan
dua sudut pandang,
yaitu : pertama, kota atau bahasa Inggrisnya yaitu city; dan kedua, daerah perkotaan, yaitu kawasan yang memiliki suasana kehidupan dan
penghidupan modern, atau
dalam bahasa
Inggrisnya dikenal
dengan nama
urban
(Ilham, 1990 : 4).
Perkotaan (urban area) tidak sama artinya dengan
kota (city).
Yang dimaksud
dengan perkotaan (urban) adalah daerah atau wilayah yang memenuhi 3 persyaratan
(Prijono Tjiptoherijanto, Buletin Populasi, Volume 10 No. 2/1999 : 57-58) yaitu :
1. Kepadatan penduduk 500 orang atau lebih per kilometer persegi,
2. Jumlah rumah tangga yang
bekerja di sektor
pertanian sebesar
25 persen
atau kurang,
dan
3. Memiliki delapan atau lebih jenis fasilitas perkotaan.
Jenis fasilitas yang digunakan sebagai kriteria untuk menentukan daerah perkotaan
dalam sensus
penduduk 1980
dan 1990
adalah (1)
sekolah
dasar atau
sederajat, (2)
sekolah
menengah pertama
atau sederajat,
(3) sekolah menengah atas atau sederajat,
(4) bioskop, (5) rumah sakit, (6) rumah
bersalin/balai kesehatan ibu dan anak,
(7) pusat kesehatan masyarakat/klinik,
(8) jalan yang dapat dipergunakan oleh kendaraan bermotor roda tiga atau empat, (9) telepon/kantor pos/kantor pos pembantu,
(10) pasar dengan bangunannya, (11) pusat perbelanjaan, (12) bank, (13) pabrik, (14)
restoran, (15) listrik, dan (16) penyewaan peralatan untuk pesta.
Berikut ini akan disajikan serangkaian definisi kota yang dikembangkan oleh para ahli yang dirangkum kembali Ilham (1990 : 4-5) sebagai berikut :
1. Kota
secara etimologi
(ilmu
asal usul
kata) adalah
suatu daerah
perumahan
dan bangunan-bangunan yang merupakan
satu tempat kediaman.
2. Kota
secara umum dapat diartikan sebagai tempat
konsentrasi penduduk
dengan segala aktivitasnya.
3. Kota
adalah kelompok orang-orang dalam jumlah tertentu hidup
dan bertempat tinggal bersama
dalam suatu wilayah geografis tertentu berpola hubungan
rasional, ekonomis, dan individualitis.
4. Pengertian kota secara struktural,
adalah suatu
area/daerah atau
wilayah yang
secara administratif memiliki batas-batas dengan di dalamnya terdapat komponen- komponen yang meliputi, antara lain : penduduk dengan ukuran tertentu
(population size), sistem ekonomi, sistem sosial, sarana maupun infrastruktur yang kesemuanya merupakan satu kelengkapan keseluruhan. Pengertian kota secara fungsional,
adalah sebagai pusat pemukiman penduduk maupun pertumbuhan
dalam pengembangan kehidupan sosio kultural yang luas.
5. …
6. …
7. …
4
8. Pada hakekatnya kota mempunyai dua macam pengertian :
Pertama :
Kota sebagai suatu wadah
yang mempunyai batasan administrasi wilayah, seperti Kotamadya, Kota Administratif, sebagaimana telah
diatur dalam perundang-undangan.
Kedua : Kota adalah, sebagai
lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non-agraris, misalnya, Ibukota Kabupaten, Ibukota Kecamatan yang berfungsi sebagai
pusat pertumbuhan dan pusat pemukiman.
Kota
sebagai
lingkungan kehidupan
perkotaan
dapat tumbuh
dan berkembang
melalui dua macam proses yaitu :
a. Proses perubahan yang terjadi dengan
sendirinya (proses alamiah).
b. Proses perubahan yang dibentuk,
diarahkan,
dikendalikan melalui proses
perencanaan kota (city planning).
Proses perubahan
yang terjadi dengan
sendirinya dapat
menimbulkan pelbagai
masalah yang tidak menunjang bagi
tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan.
Oleh sebab
itu, perubahan
perlu dibentuk
secara sadar,
diarahkan,
dikendalikan melalui proses perencanaan kota (city planning).
City
planning mencakup
suatu perencanaan
kota yang
bersifat menyeluruh
dan perencanaan yang bersifat sektoral.
9. Kota
adalah, pusat
pemukiman dan kegiatan penduduk
yang mempunyai batas wilayah yang administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kekotaan. Sedangkan perkotaan, adalah satuan kumpulan pusat-pusat pemukiman yang
berperan di
dalam satuan
wilayah pengembangan
dan atau
wilayah nasional
sebagai simpul saja.
Di samping pengertian-pengertian di atas, kota mempunyai pengertian dan batasan yang bermacam-macam pula sesuai
dengan sudut
tinjauan
masing-masing penulis. Pengertian kota yang
dikemukakan itu sebagaimana dirangkum kembali Khairuddin
(2000 : 4-5) sebagai berikut :
- Prof.
R. Bintarto
(N. Daldjoeni,
1997 :
23) :
kota dapat
diartikan
sebagai
suatu sistem
jaringan
kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan
penduduk yang tinggi dan diwarnai
dengan strata
sosial ekonomi yang
heterogen
dan coraknya yang materialistis. Atau dapat pula
diartikan
sebagai
bentang budaya
yang ditimbulkan
oleh unsur-unsur
alami
dan non
alami
dengan
gejala-gejala pemusatan penduduk
yang cukup
besar dengan corak kehidupan yang
bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan
dengan daerah belakangnya.
- Sjoberg (P.J.M. Nas,
1979: 29):
titik awal
dari gejala kota adalah
timbulnya
berbagai kelompok
khusus, seperti
golongan literasi (golongan intelegensia kuno seperti sastrawan, pujangga dan ahli-ahli keagamaan).
- Wirth
(P.J.M. Nas,
1979: 29):
Kota adalah
suatu pemukiman
yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen
kedudukan sosialnya.
- Max
Weber (P.J.M.
Nas, 1979:
29): Suatu tempat
adalah kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
- Dwight Sanderson (1942: 664): Kota adalah tempat
yang berpenduduk 10.000
orang atau lebih.
- P.J.M. Nas,
(1979: 32-34): Kota dapat dilihat dari beberapa segi
:
Morfologi : Adanya cara membangun
dan bentuk fisik yang berjejal-jejal.
5
Kriterium Jumlah Penduduk: Sesuai dengan
kondisi Negara yang bersangkutan.
Misalnya Jepang, 30.000 orang atau lebih.
Belanda, 20. 000 orang atau lebih.
India, Sailan, Belgia, dan Yunani, 5.000 orang atau lebih. Mexico, Amerika Serikat, Venezuela, 2.500 orang atau lebih.
Jerman Barat, Perancis
Portugal
dan Ceko
Slovakia, 2.000 orang
atau lebih.
Panama, Columbia, Irlandia batasnya adalah 1.500 orang
Selandia adalah 1.000
orang,
sedangkan
Islandia Kecil
300 orang
atau lebih.
Hukum :
Di sini orang sering menunjuk pada kota-kota yang dalam abad ke-
19 biasanya mengenal sistem hukum tersendiri. Pengertian kota di sini dikaitkan dengan adanya hak-hak hukum
tersendiri bagi penghuni kota. Tetapi kriterium ini pada masa sekarang tidak lagi berarti karena
pemberian
posisi hukum tersendiri bagi kota telah ditinggalkan.
Ekonomi :
Suatu ciri kota ialah cara hidup yang bukan agraris. Fungsi-fungsi kota yang khas adalah kegiatan-kegiatan budaya, industri, perdagangan, dan niaga
serta kegiatan pemerintah.
Sosial :
Bersifat kosmopolitan, hubungan-hubungan sosial yang impersonal, hubungan sepintas lalu, berkotak-kotak, dan sebagainya.
Di Indonesia, pengertian kota juga
dapat dikenakan
pada daerah-daerah
atau lingkungan komunitas tertentu sesuai dengan tingkatan stratanya dalam
struktur
pemerintah. Misalnya untuk
daerah tingkat
I, disebut
Kota Propinsi,
tingkat
II Kota
Kabupaten, dan
seterusnya sampai
Kota Kecamatan. Untuk tingkatan di bawah kecamatan orang tidak lagi
menyebutnya dengan kota. Luas wilayah maupun struktur kota dan adat istiadat kota setempat untuk daerah dengan
tingkatan yang sama, belum
tentu juga sama.
Luas wilayah dan struktur kota Medan, mungkin
tidak sama dengan Pekanbaru (Riau), demikian juga
Bandung dengan Surabaya. Umumnya, kota-kota ini juga dapat dibagi menjadi kota besar dan kota kecil. Kota besar dimaksudkan sebagai kota yang sudah mempunyai kompleksitas dan sarana serta fasilitas yang cukup
untuk memenuhi keinginan manusia. Sedangkan kota kecil mungkin masih terdapat beberapa
fasilitas yang
belum memenuhi kebutuhan penduduknya. Seseorang
mungkin akan dapat membedakannya, baik fasilitas maupun tata caranya, apabila ia pindah dari kota kecil ke kota besar, atau sebaliknya.
Di kota besar orang dapat memilih untuk mencari hiburan (beberapa bioskop, tempat-tempat rekreasi, dan sebagainya) sedangkan
di kota kecil,
walaupun ada,
mungkin hanya satu
dua saja,
sehingga
tidak memberikan
alternatif lain bagi orang untuk memilih.
Jadi
melihat pembagian
kota di
Indonesia, dapat
dikatakan
bahwa kriteria untuk menentukan apakah
itu kota propinsi,
kabupaten, atupun kota administratif bukanlah didasarkan pada
besarnya wilayah,
besarnya
jumlah
penduduk,
tetapi hanya
untuk kepentingan administratif atau teknis pemerintah.
6
C. Pengertian Sosiologi Kota
Setelah dijelaskan
pengertian
sosiologi
dan kota, maka berikut
ini dijelaskan pengertian sosiologi
kota.
Istilah sosiologi
kota
sebenarnya
dapat
diberi pengertian sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antarmanusia, baik sebagai individu maupun kelompok manusia
yang terdapat
dalam kawasan kota. Sedangkan kawasan
kota mencakup berbagai
macam, seperti ekonomi, hukum, kesehatan, dan lain-lain (Paulus Hariyono,
2007 : 18).
Sosialogi perkotaan atau sosiologi
kota
(urban sociology) ialah ilmu
sosiologi
yang memperlajari atau menganalisis segi-segi kehidupan manusia bermasyarakat
dalam kawasan kota atau perkotaan (Sapari Imam Asy’ari, 1993 : xv).
Urban sosiologi
yaitu sosiologi
yang khusus mempelajari aspek kehidupan masyarakat kota, baik karena perpindahan maupun
karena revolusi industri. Adanya urbanisasi disebabkan
antara lain : adanya musim paceklik,
karena penduduk kampung atau desa makin bertambah (M. Cholil Mansyur, tanpa tahun : 13).
Dengan demikian, ladang garapan sosiologi kota cukup luas, misalnya : masyarakat dan kebudayaan; kemajemukan atau kepluralitasan masyarakat kota; pola perilaku dan penataan kawasan; kemerosotan sosial dan pemanfaatan ruang; manusia dan lingkungan alam;
pola-pola sosial dalam bangunan; gerakan
sosial dan pembangunan
kota; dan persoalan-persoalan sosial kota lainnya.
7
BAB II
KARAKTERISASI DAN KATEGORISASI KOTA A. Karakterisasi Kota
Kota adalah suatu himpunan penduduk masal yang tidak agraris,
yang bertempat tinggal di dalam dan di sekitar suatu pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, kesenian dan ilmu
pengetahuan (Soekandar Wirjaatmadja, 1985 : 133).
Kota mempunyai karakterisasi-karakterisasi
yang melekat padanya, dan
dapat diamati
melalui sistem
dan jaringan kehidupan sosial
masyarakat. Pada umumnya, karakterisasi kota adalah hal-hal
yang bertolak
belakang
dengan
karakterisasi desa. Untuk itu dapat disusun
karakterisasi kota, sebagaimana dikemukakan Khairuddin
(2000 : 13-21) sebagai berikut :
1)
Pekerjaan,
2)
Ukuran masyarakat,
3)
Kepadatan penduduk,
4)
Lingkungan,
5)
Diferensiasi
sosial,
6)
Stratifikasi sosial,
7)
Mobilitas sosial,
8)
Interaksi sosial,
9)
Solidaritas sosial, dan
10)Kontrol sosial.
Untuk lebih
jelasnya kesepuluh karakterisasi kota secara
sosiologis
tersebut, akan diuraikan
secara lebih jelas sebagai
berikut (Khairuddin, 2000 : 13-21).
1) Pekerjaan
Sifat
pekerjaan
di kota tidak lagi
mengandalkan tanah
yang luas sebagaimana
di pedesaan. Di kota orang lebih banyak bekerja di ruang tertutup sehingga tidak tidak
dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Bahkan
bekerja di dalam ruang sekarang ini, suhu
udara yang ada dapat diatur
sesuai dengan
yang diinginkan,
misalnya dengan memasang AC.
Di samping
hal di
atas, pekerjaan di kota juga
lebih banyak
variasinya, dan
biasanya berkaitan dengan jasa.
Variasi
pekerjaan ini dapat
dimungkinkan karena banyaknya kebutuhan-kebutuhan dari penduduk kota, sedangkan
semua kebutuhannya ini tidak dapat dipenuhi secara mandiri, atau dikerjakan sendiri, sehingga ia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya
itu. Jasa yang diberikan
oleh orang yang membantu itu sudah merupakan
lapangan kerja tertentu di kota. Meskipun warga kota lebih menonjol individualitasnya,
tetapi mereka tidak dapat mengelakkan adanya sikap bergantung pada orang lain
dalam melaksanakan
aktivitas hidupnya sehari-hari. Mulai
dari menyemir sepatu sampai
kepada kendaraan, pergi
ke tempat pekerjaan, semuanya banyak tergantung kepada orang lain. Jadi kesimpulannya adalah bentuk pekerjaan
di kota lebih bervariasi, tidak bergantung pada alam, dan
banyak menggunakan jasa orang lain.
2) Ukuran Masyarakat
Salah satu ciri masyarakat kota yang dapat terlihat jelas adalah jumlah penduduk yang besar. Berbeda dengan di pedesaan, yang sangat membutuhkan tanah luas untuk
8 pekerjaan mereka, di kota meskipun nilai tanah lebih tinggi, tetapi untuk bekerja orang tidak membutuhkan tanah yang luas sebagaimana bidang pertanian. Sehingga kondisi kota selalu ditandai dengan banyaknya bangunan-bangunan yang berdempet-dempet,
baik untuk tempat pekerjaan maupun tempat tinggal. Sebagaimana definisi kota yang telah
diuraikan
di depan,
tidak ada
keseragaman dari
masing-masing negara untuk mengukur jumlah penduduk agar suatu komunitas disebut sebagai kota. Kriteria jumlah penduduk kota berkisar mulai dari 2.500 orang sampai 12,5 juta orang. Sesuai dengan jumlah penduduk
dan luas
wilayah
kota inilah
yang menimbulkan
adanya pembagian kota menjadi :
kota kecil, sedang,
dan kota
besar. Bagi PBB
ukuran
populasi kota (urban) adalah
20.000 orang lebih;
berikutnya
500.000 ke atas adalah
kota besar; 2.500.000
ke atas
adalah kota multi juta;
dan 12.500.000
ke atas
adalah kota metropolitan (Marbun, 1979: 28).
Tetapi satu hal
yang penting
tentang ukuran penduduk di
perkotaan
ini adalah
kepadatan penduduk, yang menyebabkan kota tersebut selalu ramai
dan sibuk setiap
harinya, sesuai dengan aktivitas kota yang lebih “mobil” dibandingkan dengan desa.
3) Kepadatan Penduduk
Seperti telah dijelaskan pada ukuran penduduk, maka akibat dari jumlah penduduk yang sangat besar adalah
kepadatan penduduk, yakni rasio antara
jumlah
penduduk dengan luas wilayah kota. di Indonesia kita jumpai kota-kota terpadat seperti : Jakarta, Surabaya, Yokjakarta, Medan, dan Makassar. Kepadatan ini sudah mencapai 1.000 –
2.500 jiwa per kilometer persegi. Akibat-akibat dari kepadatan penduduk di
kota ini membawa dampak positif dan negatif (Smith, T. Lynn, 1951: 47 – 48).
Dampak positifnya adalah :
- Kontak sosial yang luas.
- Tersedianya semua
sarana untuk pelayanan.
- Kesempatan untuk spesialisasi.
- Asosiasi yang bervariasi, yang memungkinkan orang untuk menyeleksinya.
- Bebas gossip dari anggota-anggota primer.
- Sekolah-sekolah yang prima.
- Tersedianya fasilitas untuk rekreasi. Adapun dampak negatifnya adalah :
- Kemacetan, kebisingan, kegaduhan.
- Kurangnya keleluasaan secara pribadi.
- Tingginya biaya hidup.
- Hubungan
yang impersonal.
- Pencemaran udara akibat asap kendaraan, rokok, jelaga.
- Isolasi psikologis.
- Ketegangan, nervoses, dan sebagainya.
4) Lingkungan
Lingkungan bagi masyarakat kota kebanyakan sudah dibentuk oleh tekhnologi atau tangan manusia. Lingkungan lebih bersifat buatan (artifisial). Seperti yang diungkapkan oleh Lynn Smith
(1951: 48)
bahwa di
kota orang-orang membuat lingkungan
mereka sedemikian rupa
sehingga
menjadi perisai antara mereka dengan gejala-gejala alam. Misalnya dengan membuat
AC, alat
pemanas, tanggul-tanggul
pencegah banjir.
5) Diferensiasi Sosial
9
Diferensiasi sosial yang terjadi di kota semakin kelihatan dengan adanya
perbedaan-perbedaan yang besar dalam aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Perbedaan ini menurut T. Lynn Smith
(1951: 50)
erat berkaitan dengan perbedaan asal-usul populasi di
pedesaan dan
perkotaan.
Anak-anak yang lahir
di kota sering tidak dapat mengganti dan memenuhi kembali populasi isi
kota tersebut.
Selain itu,
bertamabahnya penduduk kota lebih banyak
diakibatkan
oleh faktor-faktor migrasi,
yaitu perpindahan penduduk dari daerah pedesaan
ke perkotaan, yang secara khusus sering
dikenal
dengan
urbanisasi. Sebagai akibat dari
urbanisasi ini,
penduduk kota sangat
bervariasi, baik sikap, suku bangsa, bahasa, dan lain-lainnya. Oleh sebab itulah
sifatnya sangat heterogen. Seperti yang diungkapkan oleh Pitirim Sorokin
dan
Zimmerman (Smith, T. Lynn, 1951: 50): “bahwa kota sangat ditandai oleh heterogenitas, keragaman suku, dan unsur-unsur budaya, sehingga benar-benar menjadi” tempat bercampur” (melting pot)”
Orang-orang kota hidup di tengah-tengah perbedaan yang besar, yang secara tetap berhubungan dengan orang-orang yang mempunyai perbedaan-perbedaan dalam ide, kepercayaan, tata kelakuan, bahasa, posisi ekonomi, jabatan, tradisi keagamaan, moral dan sebagainya. Menurut Schoorl (1980: 106-107) timbulnya diferensiasi ini, terutama yang bersifat struktural, dikarenakan adanya peralihan fungsi-fungsi yang dahulunya
dipegang oleh kerabat keluarga, tetapi sekarang dipegang oleh
organisasi-organisasi yang lebih spesialis. Sebagai contoh disebutkan dengan demikian : di dalam
masyarakat tradisional, kelompok kerabat
itu mrupakan satuan-satuan penting
yang menjadi
dasar organisasi untuk mengadakan
berbagai
kegiatan, khususnya untuk
satuan produksi, yang anggota-anggotanya bersama-sama menggarap tanah atau melakukan suatu pekerjaan. Karena proses modernisasi, kelompok kerabat kehilangan fungsi itu. Hal
ini kelihatan
bilamana
kaum lelaki
mulai bekerja di industri atau
pertambangan. Ini lebih menyolok lagi, apabila kaum lelaki
untuk waktu yang singkat
atau lama pergi ke kota dan
meninggalkan anak isterinya
di desa.
Apalagi
hal ini
dilihat di
kota, di
mana aktivitas
mereka sehari-hari tidak
memungkinkan untuk
berkumpul setiap saat. Tidak jarang terjadi waktu
mereka habis di tempat pekerjaan. Kalaupun ada hubungan yang agak erat, itupun karena mereka mempunyai kepentingan-kepentingan
yang sama dan saling menguntungkan satu sama
lain.
Apa yang disebutkan di atas,
menurut RDH
Koesoemaatmadja (1978: 18)
sama dengan
“sciale desintegratie”, yaitu kerusakan hubungan antara keluarga yang
satu dengan
yang lain,
disebabkan
oleh suasana
yang mementingkan diri sendiri
dan beratnya perjuangan hidup yang
dialami
sehari-hari. Disintegrasi sosial
ini juga disebabkan oleh
perubahan-perubahan tugas ekonominya masing-masing (misalnya :
Bapak dan
anak laki-laki
dewasa mengerjakan tanah, ibu
mengurus piring,
seorang anak
laki-laki
menggembala sapi, dan seterusnya), maka
tugas ekonomi
para keluarga yang
harmonis seperti yang dimaksudkan
tidak termasuk lagi pada
masyarakat kota. Para anggota
keluarga sering melakukan
berbagai
macam pekerjaan yang satu
sama lainnya berlainan, bahkan
kadang-kadang bertentangan, misalnya
ayah bekerja di kantor, anak sulung berdagang, anak kedua menjadi polisi dan seterusnya.
6) Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial di
kota cenderung
lebih tajam
daripada pedesaan.
Di kota, perbedaan kelas ekonomi lebih nyata terlihat. Kebutuhan-kebutuhan akan
suatu kelembagaan
yang dapat
menampung aspirasi dan
kepentingan masyarakat
kota,
10 membuat
semakin banyak organisasi-organisasi yang
memberikan berbagai macam status
dan peranan
bagi
masyarakat kota. Sedangkan organisasi
itu sendiri
lebih banyak merupakan organisasi yang terbentuk dari mereka yang mempunyai kepentingan-kepentingan
yang sama, seperti
misalnya: Perkumpulan Bridge, Golf, atau organisasi olahraga bergengsi
lainnya. Sedangkan dalam dunia
usaha terdapat
juga kecenderungan untuk membagi kelompok
pengusaha
atas pengusaha besar, menengah, dan kecil.
Tetapi berbeda dengan di desa, yang
mempunyai sifat tertutup
(Closed Social Stratification) sedangkan
di kota
lebih bersifat
terbuka
(Open Social Stratification). Dengan
demikian, setiap orang
dengan
kemampuan yang dimilikinya mempunyai kesempatan yang sama
dan terbuka untuk meniti suatu strata yang lebih tinggi.
Status yang dimilikinya, yang diperoleh karena perjuangan dan kemampuannya itu merupakan Achieved Status, yaitu status yang diperoleh karena usaha sendiri. Misalnya: jabatan dalam
pekerjaan,
pendidikan,
dan sebagainya. Menurut Bintarto
(1983: 45)
perbedaan tingkat pendidikan dan status
sosial dapat
menimbulkan suatu keadaan yang heterogen. Heterogenitas ini selanjutnya
akan menimbulkan
persaingan, sehingga timbul spesialisasi di bidang keterampilan ataupun di bidang
jenis mata pencaharian.
Dalam hal
ini pelapisan
sosial ekonomi
dapat ditemukan
sebagai
salah satu ciri sosial di kota.
7) Mobilitas Sosial
Karena banyaknya pofesi, penduduk kota lebih mudah beralih dari satu status ke status lainnya. Di kota, segala sesuatu sudah terkelompok secara profesional
(Misalnya: guru, dokter, wartawan, pengusaha, buruh bangunan, bahkan juga pedagang kaki lima)
(1978: 47).
Keinginan untuk
hidup layak dan mendapatkan
posisi atau
status lebih
tinggi adalah aspek naluriah
setiap manusia, karena setiap
manusia ingin
dihormati
sesuai dengan status yang dimilikinya. Dalam masyarakat,
semakin tinggi
nilai status seseorang, semakin besar pula
penghormatan orang terhadap orang itu. Kenaikan
dalam jenjang kemasyarakatan
ini (Social
Climbing)
di kota, hanya dapat
dilakukan dengan
usaha dan
perjuangan
pribadi. Perjuangan pribadi artinya
kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang untuk mencapai status tersebut. Tetapi sebaliknya, seseorang dapat turun kelasnya akibat tindakannya sendiri (misalnya dipecat dari jabatan karena membuat
kesalahan). Kondisi
seperti ini termasuk dalam kategori mobilitas vertikal, yang sangat mungkin dan sering terjadi pada masyarakat kota. Di samping mobilitas sosial, pengertian mobilitas bagi masyarakat
kota juga dikenakan
untuk mobilitas fisik,
yaitu gerakan-gerakan
yang
horizontal dari setiap
orang secara
territorial, yaitu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Menurut Koesoemahatmadja (1978: 16-
17) sifat mudah bergerak ini dapat dilihat dari:
a. Banyaknya
mempergunakan berbagai macam kendaraan baik
kepentingan dinas atau perusahaan,
maupun karena kegemaran semata-mata.
b. Sering kalinya berpindah tempat tinggal, disebabkan karena banyaknya kesempatan untuk mendapatkan perumahan
(banyaknya hotel-hotel
dan rumah- rumah sewaan lainnya).
c. Kerap kalinya bertukar
pekerjaan, disebabkan
lebih banyaknya pilihan-pilihan bagi tenaga-tenaga
ahli yang cakap. Petani di desa-desa biasanya sukar
sekali berpindah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar